[MOVIE REVIEW] Don't Breathe (2016): You Can't Even Breath
Fede Alvarez, sutradara yang memulai debut Hollywoodnya dengan
remake Evil Dead (2013) akhir Agustus 2016 ini kembali dengan sebuah film horror-thriller berformulakan home invasion, Don’t Breathe. Judul film
sendiri menjadi sebuah pesan kepada semua karakter, juga kita sebagai penontonnya.
Dengan durasi 80 menit yang begitu thrilling
setiap menitnya dijamin akan membuatmu sulit untuk bernafas.
Menceritakan tentang Rocky (Jane Levy), Alex (Dylan Minnette) dan Money (Daniel
Zovatto), tiga perampok amatir di sebuah kota kecil yang berencana
menjalankan aksinya dengan target sebuah rumah di daerah sepi yang hanya dihuni
seorang veteran perang buta (Stephen Lang). Sang pria buta tersebut diduga
menyimpan $300.000 di dalam rumahnya. Namun tanpa disangka, perampokan yang dianggap
akan berjalan lancar dan mudah ternyata kacau balau bahkan menjadi neraka bagi
ketiganya.
Fede Alvarez memang tidak menjadikan Don’t Breathe horror gore seperti Evil Dead, namun bukan berarti film ini tidak membuat
penontonnya frustrasi. Dengan kesederhanaan narasi namun terasa solid hasil
besutan sang sutradara dan Rodo Sayagues Mendez, Don’t
Breathe tetap efektif menggungcang emosi dan tetap brutal.
Dari segi teknis, Don’t Breathe
memang juara. Tidak semata-mata hanya sekedar film horror yang menyeramkan, Don’t
Breathe menyajikan sesuatu yang berbeda yang jarang ditemui di film-film
sejenis: keindahan film itu sendiri. Sang sinematografer, Pedro Luque memang menjadi salah satu MVP di film ini. Melalui pergerakan
kamera yang dinamis, Pedro seolah-olah
mengajak penonton untuk melihat gambaran rumah secara keseluruhan dan
memperlihatkan dimana para karakter berada untuk mencari harta karun $300.000. Bukan
hanya sekedar memberikan visual yang apik dan unik, namun secara bersamaan
menghadirkan ketegangan juga menaikan tensi kegelisahan kepada para penonton
setiap menitnya. Sensasi klaustrofobik yang luar biasa dihadirkan setiap scene nya, terlebih di salah satu momen
terbaik dalam film ini, dimana melibatkan adegan petak umpet dalam keadaan benar-benar
gelap dan juga dishoot dengan mode night-vision—terlihat dari pupil para
karakter yang membesar karena mencari cahaya. Kita sesaat diajak untuk
merasakan apa yang si tuan rumah rasakan. Namun dengan terbiasanya dengan
kegelapan dan juga detail setiap ruangan, sang tuan rumah menjadi lebih
diuntungkan. Ya, adegan tersebut menjadi adegan yang paling menyakitkan karena
benar-benar menguras tenaga juga secara literal membuat para penontonnya untuk
menahan nafas.
Di departemen casting, Don’t Breathe
tidak bisa diangap ‘biasa saja’. Semua bermain dengan performa yang luar biasa. Jane Levy yang sebelumnya juga bermain di Evil Dead
bermain cukup apik. Tidak hanya memperlihatkan betapa frustrasinya, namun juga memperlihatkan
betapa kuat tekadnya untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuannya di awal. Dylan Minnette dan juga Daniel Zovatto bermain pas tanpa
kurang. Para perampok diperlihatkan ‘amatir’ namun tidak serta merta datang
tanpa persiapan. Mereka dijadikan sebagai perampok yang cukup meyakinkan dan
memahami berbagai detai dan resikonya. Sang
lawan, Stephen Lang yang sebelumnya
dikenal bermain di film Avatar garapan sutradara Alfonso Cuaron, tampil dengan sangat baik. Lang sukses menjadi seorang tuna netra dengan gestur-gesturnya yang
meyakinkan namun juga mematikan. Dirinya menjadi the blind man yang menjadi mimpi buruk bagi setiap penyusup yang
nekat.
Premis tanpa eksekusi yang baik
jelas mengecewakan, namun Don’t breathe memiliki keduanya. Premis yang terbilang
sederhana namun dieksekusi yang betul-betul solid dan matang membuat film ini
menjadi film yang ‘tidak biasa’. Uniknya lagi, Alvares memainkan emosi dengan memberikan latar belakang kuat pada setiap
karakternya, dimana hal tersebut mendukung dan memberikan motivasi kuat pada setiap
aksi. Penonton pun dibuat bingung untuk memilih berada di sisi yang mana. Sisi
para perampok amatir apa di sisi sang pria tuna netra?
Overall, Don’t Breathe menjadi
kejutan luar biasa bagi pecinta film horror-thriller dan dianggap menjadi salah
satu film terbaik di tahun 2016 ini, setelah di awal tahun kita sempat disuguhi
film thriller lainya dari Dan Trachtenberg, 10 Cloverfield Lane dan juga horror
disturbing dari Robert Eggers, The VVitch.
0 komentar:
Posting Komentar