[MOVIE REVIEW] Brooklyn (2015): Home Is Home
Menjadi salah satu nominasi film
terbaik Oscar 2016 kemarin, Brooklyn
memang tidak sekuat pesaing-pesaingnya. Bukan berarti film arahan John Crowley ini jelek, tentu saja
tidak, namun film-film seperti The
Revenant dengan cerita survival
nya, Spotlight dengan
kejurnalistikannya, Room, Bridge of
Spies, The Big Short, The Martian, juga Mad
Max: Fury Road terlihat lebih lebih kuat untuk menyabet patung Oscar, dan
kita pun tahu gelar film terbaik akhirnya diberikan kepada Spotlight yang disajikan dengan sangat brilian.
Brooklyn berkisah tentang seorang Eilis Lacey (Saoirse Ronan) seorang gadis dari kota kecil di Irlandia yang
mengadu nasib di New York, Amerika Serikat. Tinggal di rumah kost yang hangat,
bekerja di department store yang bagus, juga didaftarkan untuk melanjutkan
kuliah bukan berarti membuat Eilis tidak dirundung masalah seorang anak rantau.
Dirinya terkena homesick yang lumayan
parah, hingga suatu hari dirinya bertemu dengan seorang pria keturunan Italia
yang menawan dan sopan bernama Anthony Fiorello (Emory Cohen) yang membawa efek lumayan dahsyat kepada Eilis. Namun,
Eilis mengalami gejolak ketika ada sesuatu yang mengharuskan dirinya pulang ke
Irlandia. Di sini lah Eilis harus memilih antara rumah baru atau rumah lama
dimana dirinya juga akan bertemu pria kaya dan menawan lain bernama Jim Farrell
(Domnhall Gleeson).
Premis film ini memang terlihat
sangat sederhana, namun ternyata ada sesuatu di dalam film ini yang tidak bisa
diabaikan. Film ini tidak memuat konflik yang jungkir balik, terkesan sangat
tenang dan mengalir apa adanya namun disitulah keindahannya. Brooklyn merupakan kisah cinta yang baru
saja tumbuh dan akan mekar, namun harus dipisahkan jarak antara
Irlandia-Amerika dan mengenal konflik yang dinamakan rindu.
Brooklyn layaknya es krim vanilla-stroberi. Manis dan juga ada rasa
masam, namun tidak berlebihan. Kadarnya masih bisa ditolerir lidah. Rasa masam
dan manis yang nyaman. Brooklyn
sanggup membuat saya mesem-mesem karena manisnya, dan sanggup juga membuat saya
menetesekan air mata karena masamnya. Masalah yang dihadapi Eilis di Brooklyn ada pada kadar yang pas. John Crowley sanggup untuk menyajikan Brooklyn menjadi drama epic yang membekas di hati saya. Beberapa
scene juga memuat jokes yang pas tanpa terkesan canggung.
Menyaksikan Saoirse Ronan bermain di film ini sungguh membuah saya bangga. Saya
termasuk yang mengikuti film-film nya. Ronan
selalu masuk dalam karakter yang dia perankan. Tidak terkecuali ketika berperan
sebagai Eilis. Saya tidak pernah membayangkan jika film ini akan dimainkan oleh
aktris lain karena Ronan sangat
sangat pas untuk menjadi Eilis. She
always be my favorite girl. Karakter utama pria pun dimainkan sangat apik
oleh Emory Cohen. Menjadi pria
keturunan Italia yang decent dan
pekerja keras. I want one like him,
kalau ada. Haha… Pun Domnhall Gleeson
dan juga sederet aktor lain bermain sangat baik tanpa ada ketimpangan yang
terlihat jelas. Ikatan emosi setiap pemain pun terjalin dengan sempurna.
Acungan jempol patut saya berikan
kepada departemen teknis. Sinematografi yang apik dapat memanjakan mata anda. Kentalnya
aksen irish dan Italia, juga kostum-kostum vintage
khas 50’an bersliweran. Anda akan
dimanjakan warna-warna pastel yang lembut ketika menonton film ini dan membuat
film ini sangat otentik.
Secara keseluruhan, Eilis
diharuskan memilih ‘rumahnya’. Memilih antara siapa yang patuh dicintainya dan siapa
yang patut mendapatkan cintanya. Brooklyn
merupakan sebuah kisah cinta sederhana yang terasa sangat istimewa.
0 komentar:
Posting Komentar